Indonesia memiliki banyak tokoh aktivis yang berani memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Aktivis-aktivis ini bukan hanya berbicara, tetapi juga bergerak nyata. Entah itu di bidang hak asasi manusia, pendidikan, lingkungan, hingga pemberdayaan perempuan.
Table of Contents
ToggleAktivis Indonesia yang Menginspirasi Perubahan Sosial
Pastinya kamu penasaran bukan, siapa saja sih tokoh yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat, terkait aksi mereka? Berikut tujuh aktivis Indonesia yang perlu kita ingat.
1. Munir Said Thalib
Munir Said Thalib adalah simbol perjuangan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Lahir di Malang, 1965. Munir mulai aktif membela korban pelanggaran HAM sejak menjadi mahasiswa hukum di Universitas Brawijaya.
Ia mendirikan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) yang menjadi lembaga advokasi utama bagi korban kekerasan politik di masa Orde Baru dan setelah Reformasi. Munir sangat kritis terhadap militer, berani mengungkap kasus penculikan aktivis 1997–1998, dan membela keluarga korban pelanggaran HAM.
Dedikasinya membuatnya dijuluki sebagai “Pejuang HAM Indonesia.” Sayangnya, ia wafat secara misterius akibat diracun arsenik dalam penerbangannya ke Belanda pada 2004. Hingga kini, kasus pembunuhannya masih menjadi simbol perjuangan keadilan di Indonesia.
2. R.A. Kartini
Raden Adjeng Kartini, lahir 21 April 1879, adalah pelopor emansipasi perempuan di Indonesia. Kartini lahir dari keluarga bangsawan Jawa, tetapi mengalami sendiri diskriminasi gender yang membatasi ruang gerak perempuan.
Ketika banyak perempuan tidak diizinkan sekolah, Kartini justru rajin belajar dan menulis surat-surat yang berisi kritik sosial tentang ketidakadilan terhadap perempuan. Surat-suratnya dikompilasi dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, yang menginspirasi lahirnya gerakan pendidikan untuk perempuan di Indonesia.
Kartini percaya bahwa perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan dan menentukan masa depannya sendiri. Meski meninggal di usia 25 tahun, gagasannya hidup abadi dan menjadi pondasi perjuangan kesetaraan gender di Indonesia.
3. Butet Manurung
Saur Marlina Manurung atau Butet Manurung adalah pionir pendidikan bagi komunitas adat terpencil. Lahir di Jakarta, 1972, Butet mendirikan program Sokola Rimba yang membawa pendidikan baca-tulis kepada suku Orang Rimba di Jambi dan suku terasing lainnya.
Ia menggunakan metode pendidikan kontekstual yang menyesuaikan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari masyarakat adat. Metode ini membuat anak-anak hutan tidak hanya bisa membaca, tetapi juga memahami pentingnya menjaga hutan, kesehatan, dan hak mereka sebagai warga negara.
Butet rela tinggal berbulan-bulan di dalam hutan, mendampingi langsung komunitas Rimba. Dedikasi dan keberaniannya membawa banyak penghargaan internasional, termasuk dari UNESCO dan World Economic Forum.
4. Siti Musdah Mulia
Siti Musdah Mulia lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 1958. Ia adalah cendekiawan Muslim perempuan pertama yang meraih gelar guru besar di bidang pemikiran Islam di UIN Jakarta. Musdah aktif memperjuangkan reformasi hukum Islam agar lebih ramah perempuan dan sesuai dengan nilai keadilan dan HAM.
Ia adalah aktivis yang lantang menolak pernikahan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan diskriminasi gender. Selain menulis puluhan buku, Musdah aktif di berbagai organisasi internasional dan pernah menjadi anggota Tim Penyusun Naskah Akademik RUU Kesetaraan Gender.
Keteguhannya membuat ia dianugerahi penghargaan International Women of Courage pada 2007 oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Baca Juga: Apa Arti Aktivis? Wajib Tahu 5 Jenis Aktivis
5. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, lahir di Jombang, 1940, adalah tokoh pluralisme dan pejuang toleransi. Sebelum menjadi Presiden ke-4 RI, Gus Dur memimpin Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia, dan mengubah arah NU menjadi moderat, toleran, serta terbuka pada dialog lintas agama.
Sebagai presiden, ia mencabut kebijakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, melegalkan kembali perayaan Imlek, dan membuka kebebasan pers pasca-Orde Baru. Gus Dur dengan humornya yang khas, membuat pesan kebhinekaan lebih mudah diterima berbagai kalangan.
Ia dicintai sebagai tokoh yang berani menegakkan keadilan sosial tanpa pandang bulu, hingga dijuluki “Bapak Bangsa.”
6. Ratna Sarumpaet
Ratna Sarumpaet lahir di Tarutung, 1949, dan terkenal sebagai aktivis HAM yang memanfaatkan seni teater sebagai media kritik sosial. Sejak era Orde Baru, Ratna menggunakan panggung untuk mengungkap isu kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pelanggaran kebebasan berpendapat.
Karyanya, seperti drama Marsinah Menggugat, menyoroti kasus pembunuhan Marsinah, buruh perempuan yang dibunuh pada 1993. Meski kemudian terseret kontroversi politik, tak bisa dipungkiri bahwa di masa lalu Ratna punya kontribusi besar dalam menyadarkan publik tentang pentingnya hak asasi manusia dan kebebasan sipil melalui seni. Ia juga mendirikan Teater Satu yang mengusung tema-tema perjuangan sosial.
7. Fransisca Ratnasari
Fransisca Ratnasari adalah aktivis buruh perempuan yang berdiri di garda depan memperjuangkan hak pekerja sektor informal, terutama buruh perempuan di pabrik garmen. Ia memulai advokasinya sejak melihat banyak buruh perempuan mengalami pelecehan, upah tidak dibayar, atau di-PHK sepihak tanpa pesangon.
Sisca mendirikan komunitas yang memberikan edukasi hukum, konseling psikologis, hingga pelatihan keterampilan alternatif bagi buruh. Ia kerap menghadapi intimidasi dari pihak perusahaan, namun tetap gigih mendampingi buruh memperjuangkan hak mereka di pengadilan atau lewat mediasi. Sisca juga aktif kampanye di media sosial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghargai hak-hak buruh.
Itulah ketujuh tokoh aktivis Indonesia yang perlu di kenang. Keberadaan aktivis seperti Munir, Kartini, Butet, hingga Gus Dur adalah bukti bahwa perubahan besar berawal dari keberanian satu orang untuk bergerak. Aktivis mengajarkan kita pentingnya kepedulian, konsistensi, dan keberanian memperjuangkan nilai-nilai kebenaran.
Kini, di era digital, siapa saja bisa ikut ambil bagian dalam perjuangan. Jadi bisa terlibat dalam hal sederhana. Seperti menyebarkan edukasi, mendukung gerakan sosial, atau menyuarakan kebenaran di media sosial.
Indonesia butuh lebih banyak aktivis yang berani dan tulus agar semua lapisan masyarakat benar-benar bisa merasakan keadilan sosial. Perubahan tak pernah lahir dari jalan yang mudah. Buku ini akan membuka matamu tentang arti menjadi penggerak Buku Fucktivist
Daftar Pustaka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2022). Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id
Komnas HAM. (2020). Profil Munir Said Thalib. https://komnasham.go.id
Pusat Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan. (2021). R.A. Kartini dan Perjuangan Kesetaraan Gender di Indonesia.
Sokola Rimba. (2022). Program Pendidikan Anak Rimba. https://sokola.org
Tempo. (2021). “Siti Musdah Mulia: Tokoh Perempuan Islam Progresif.” Tempo.co.
BBC News Indonesia. (2019). “Gus Dur dan Perjuangan Kebhinekaan Indonesia.” BBC.com.Amnesty International. (2021). Peran Aktivis dalam Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.