E-Book Naluri vs Nurani di Era Jayabaya Jilid 1
Bermula dari rasa iri hati yang ada dalam setiap dada mahluk ciptaanNya paling sempurna ternyata dapat terjadi di semua kalangan, dari antar pribadi dalam rakyat jelata hingga kaum ningrat. Dari kalangan rumah tangga hingga urusan menyangkut negara, bahkan antar negara. Bila rasa iri telah menguasai seluruh raga manusiawi, maka hilanglah nurani yang dalam setiap hati karena telah dikuasai oleh naluri untuk menguasai, dan kuatnya perasaan ego yang tinggi sehingga ‘aku adalah aku dan aku yang paling …. Hali ni sering dianggap wajar oleh beberapa kalangan bahkan dianggap aneh bila tidak pemah mengalaminya. Upaya-upaya mencari jati diri dan upaya memperkaya kebutuhan diri dengan berbagai ilmu dan materi tetap senantiasa bertentangan antara kebutuhan rohani dan jasmani yang seharusnya seimbang dan saling mendukung. Hal inlah yang topik dan untuk mengawali terjadinya cerita/dongeng ini dari jilid satu sampai dengan pamungkasnya.
Berangkat dari sebuah keluarga punggawa Kerajaan Kadiri Ki Rangga Samekto yang harus sukarela berpisah dengan isterinya. (dalam hal ini adalah selir Ke empat yang saat itu sedang mengandung pada bulan tuanya). Belum habis masalah fitnah akibat rasa iri yang menimpa keluarganya, hal serupa kembali menimpa pribadi Ki Rangga Samekto yang datang dari kalangan sesama punggawa kerajaan. Fitnah keji tetap beraksi dan kali ini berakibat banjir darah hingga hilangnya jabatan sebagai punggawa kerajaan.
Seiring dengan hal itu ternyata Padepokan Panilih yang baru berdiri telah membawa Suasana tersendiri dalam dunia olah kanuragan, Cara belajar dan mengajar diterapkan dalam padepokan ini berbeda dibanding dengan padepokan-padepokan lainnya. Mahisa Danu adalah putra Ki Rangga Samekto yang terusir dari Kerajaan Kadir telah tumbuh menjadi pemuda yang sangat berbakat di bidang olah kanuragan dan berkat ketekunan belajar dari beberapa gurunya dan warisan tenaga murni yang langka dari Ki Klembak Demit telah merubah dia menjadi pemuda yang piih tanding. Putra Ki Rangga Samekto yang lahir jauh di Desa, tumbuh, besar dan dewasa serta dididik dilingkungan padepokan Panilih, sementara itu Pangeran Sawweswara, Putra Sang Baginda juga lahir, tumbuh besar dan menjadi dewasa dan dididik di Ingkungan Kerajaan yang serba, yang dalam setiap pengembaraannya selalu mengaku Sebagai Bayu Titis. Kedua pemuda yang akhirnya dewasa dan dididik di lingkungan yang sangat berbeda itu bertemu dalam Suatu perkelahian yang Sangat seru untuk memuaskan dorongan ego masing-masing. Perkelahian yang seru antara kedua pemuda ini yang pada dasamya tidak didasari oleh sikap saling bermusuhan karena masing-masing sangat kehausan dengan ilmu olah kanuragan itu berakhir dengan indah dikarenakan keduanya bersepakat untuk angkat saudara.
E-Book Naluri vs Nurani di Era Jayabaya Jilid 1 ini diterbitkan oleh Penerbit Bukunesia