Motivasi menulis buku bukan modal utama kamu bisa melahirkan karya. Butuh action dan keberanian untuk melawan diri sendiri seperti rasa malas, overthinking saat menulis dan masih banyak lagi.
Menulis buku tidak seperti menulis status. Melainkan kamu perlu menuangkan ide, membangun alur, dan akhirnya buku siap dicetak.
Banyak penulis, baik pemula maupun berpengalaman, menghadapi berbagai hambatan ketika mencoba menyelesaikan naskah.
Menurut Stephen King dalam On Writing (2000), menulis adalah “campuran antara disiplin, kebiasaan, dan imajinasi”. Artinya, ada proses panjang yang penuh tantangan sebelum sebuah buku bisa benar-benar selesai.
Table of Contents
ToggleTantangan Dalam Menulis Buku
Lalu, apa saja tantangan utama dalam menulis buku? Berikut tiga hal yang paling sering ditemui penulis, mungkin kamu salah satu yang butuh informasi, agar lebih kritis dalam menuangkan gagasan dan ide lewat buku.
1. Melawan Rasa Malas dan Prokrastinasi
Tantangan pertama adalah konsistensi. Banyak penulis memiliki ide brilian, tetapi sulit mewujudkannya karena menunda-nunda. Prokrastinasi membuat tulisan terhenti di tengah jalan, bahkan tidak jarang naskah berakhir menjadi “draft abadi” yang tidak pernah rampung.
Hal ini sejalan dengan riset Steel (2007) tentang prokrastinasi, yang menunjukkan bahwa menunda pekerjaan bukan hanya masalah manajemen waktu, tetapi juga kendala psikologis seperti perfeksionisme dan rasa takut gagal.
Solusinya, penulis perlu membangun disiplin menulis, misalnya dengan target harian meski hanya 300–500 kata.
2. Menyusun Alur dan Struktur yang Kuat
Buku bukan sekadar kumpulan ide, tetapi juga karya yang membutuhkan struktur jelas. Tanpa alur yang runtut, pembaca akan mudah kehilangan fokus. Inilah yang membuat banyak penulis terjebak di tengah proses penulisan.
Bahkan penulis yang merasa sudah memiliki bahan, masih bisa merasa bingung bagaimana menyusunnya menjadi cerita utuh. Tantangan ini menuntut penulis untuk memahami teknik penulisan, seperti pembuatan outline, kerangka bab, hingga flow narasi.
Seperti dikatakan E.M. Forster, “Hanya dengan struktur, cerita bisa hidup.” Karena itu, keterampilan membangun kerangka sama pentingnya dengan kekuatan imajinasi.
3. Menghadapi Kritik dan Keraguan Diri
Tantangan berikutnya adalah menghadapi keraguan diri dan bayangan kritik. Banyak penulis terhenti bukan karena kurang ide, melainkan takut tulisannya dinilai jelek.
Fenomena ini dikenal sebagai imposter syndrome, yaitu perasaan tidak cukup baik meskipun sebenarnya kompeten. Kritik memang tidak bisa dihindari, tetapi justru bisa menjadi bagian dari proses belajar.
Menulis membutuhkan keberanian untuk membuka diri pada pembaca, menerima masukan, dan terus berkembang. Tanpa itu, naskah hanya akan berakhir tersimpan di laci tanpa pernah dibaca orang lain.
Baca Juga: 10 Tips Konsisten Menulis agar Produktivitas Tetap Terjaga
Cara Menumbuhkan Motivasi Menulis Buku
Menulis buku sering dianggap pekerjaan mulia, tetapi di balik itu banyak penulis yang terjebak dalam rasa malas, kebingungan, bahkan kehilangan motivasi di tengah jalan.
Tidak sedikit naskah berhenti di bab pertama karena penulis merasa tidak percaya diri atau bingung harus melanjutkan ke mana.
Menurut Stephen King dalam On Writing (2000), “Menulis adalah tentang duduk, bekerja, dan melawan kebiasaan menunda.” Artinya, motivasi bukan sekadar menunggu datangnya inspirasi, melainkan sesuatu yang bisa dibangun dengan cara tertentu.
Lalu, bagaimana cara menemukan motivasi menulis buku agar tidak berhenti di tengah jalan? Berikut tujuh strategi yang bisa membantu.
1. Temukan Alasan Pribadi yang Kuat
Motivasi paling tahan lama datang dari dalam diri. Sebelum menulis, tanyakan pada diri sendiri, mengapa saya ingin menulis buku ini? Apakah untuk berbagi pengetahuan, menginspirasi orang lain, atau sekadar meninggalkan jejak hidup?
Menurut Viktor Frankl dalam Man’s Search for Meaning (1946), manusia mampu bertahan menghadapi tantangan ketika memiliki “alasan mengapa.” Hal yang sama berlaku untuk menulis. Jika alasannya jelas, energi untuk menyelesaikan buku akan lebih mudah dijaga.
2. Buat Target yang Realistis
Motivasi sering hilang karena penulis menaruh ekspektasi terlalu tinggi. Ingin menulis 300 halaman dalam sebulan, misalnya, justru membuat stres. Solusinya adalah membuat target kecil dan realistis.
Cukup di mulai dari menulis 500 kata per hari atau satu bab per minggu. Dengan target sederhana, penulis bisa merasakan pencapaian kecil yang menumbuhkan semangat untuk melanjutkan.
3. Bangun Rutinitas Menulis
Menulis butuh disiplin, bukan sekadar mood. Banyak penulis terkenal seperti Haruki Murakami atau Ernest Hemingway selalu menulis di jam yang sama setiap hari. Rutinitas membuat otak terbiasa masuk ke “zona menulis” tanpa perlu menunggu inspirasi.
Misalnya, Anda bisa menjadwalkan menulis 1 jam setiap pagi sebelum beraktivitas, atau 30 menit setiap malam sebelum tidur.
4. Cari Inspirasi dari Bacaan dan Pengalaman
Motivasi juga bisa lahir dari luar diri. Membaca buku lain, menonton film, atau sekadar berjalan-jalan bisa memunculkan ide segar. Bahkan pengalaman sehari-hari pun bisa jadi bahan cerita.
Banyak penulis besar yang mengaku ide terbaik mereka datang dari kehidupan nyata. Jadi, jangan takut untuk menjadikan pengalaman pribadi sebagai sumber inspirasi.
5. Bergabung dengan Komunitas Penulis
Menulis bisa terasa sepi jika dilakukan sendirian. Bergabung dengan komunitas penulis, baik online maupun offline, dapat membantu menjaga semangat. Di sana, kamu bisa bertukar ide, mendapat masukan, bahkan saling memberi dorongan ketika semangat menurun.
Menurut riset Deci & Ryan (1985) dalam Self-Determination Theory, dukungan sosial adalah salah satu faktor penting dalam menjaga motivasi intrinsik.
Baca Juga: Pengertian Menulis Menurut Para Ahli, Tujuan dan Manfaat
6. Hadapi Ketakutan akan Kritik
Banyak penulis kehilangan motivasi karena takut tulisannya dinilai jelek. Padahal, kritik adalah bagian alami dari proses kreatif. Daripada menghindarinya, gunakan kritik sebagai bahan evaluasi.
Ingat, tidak ada karya yang lahir sempurna sejak awal. Bahkan J.K. Rowling pernah ditolak berkali-kali sebelum Harry Potter diterbitkan.
7. Rayakan Pencapaian Kecil
Setiap kali berhasil menulis satu bab, selesaikan outline, atau mencapai target kata harian, beri penghargaan untuk diri sendiri. Merayakan pencapaian kecil membuat proses menulis terasa lebih mengalir.
Ketujuh cara menemukan motivasi menulis buku di atas memang tidak bisa dipraktikkan secara instan. Prosesnya membutuhkan waktu, konsistensi, dan juga kesabaran.
Akan ada masa ketika menulis terasa berat, penuh hambatan, bahkan membuatmu ingin menyerah. Namun, justru melalui proses itulah mental menulis terbentuk.
Ketika semua langkah dijalani dengan sabar, kamu akan sampai pada titik di mana menulis bukan lagi terasa sebagai beban, melainkan kebiasaan yang menyenangkan. Bahkan, hal-hal sederhana pun bisa mengalir menjadi tulisan, dan dari situlah lahir buku yang lebih otentik, jujur, dan penuh makna.
Semoga artikel dari Bukunesia tentang motivasi menulis buku ini dapat menjadi pengingat bahwa setiap ide layak dituangkan menjadi karya yang bermakna.
Jika kamu ingin menemukan inspirasi lebih dalam tentang kehidupan, cinta, dan refleksi diri yang bisa menambah motivasi menulis buku, jangan lewatkan karya S.S. Dewi Anggraeni berjudul Kala Jingga Bicara. Buku ini bisa menjadi teman terbaik dalam perjalanan menumbuhkan semangat menulis.
Agar semangat menulis buku semakin terjaga, yuk lengkapi dengan membaca karya sastra penuh makna. Jangan lewatkan kesempatan berharga untuk klaim promo spesial juga ya.
Referensi
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior. Springer.
Forster, E.M. (1927). Aspects of the Novel. Edward Arnold.
Frankl, V. E. (1946). Man’s Search for Meaning. Beacon Press.
King, S. (2000). On Writing: A Memoir of the Craft. Scribner.
Steel, P. (2007). The Nature of Procrastination: A Meta-Analytic and Theoretical Review of Quintessential Self-Regulatory Failure. Psychological Bulletin, 133(1), 65–94.