Cara menghadapi anak broken home memang membutuhkan kesabaran. Kondisi keluarga yang retak, baik karena perceraian, pertengkaran berkepanjangan, maupun ketidakhadiran salah satu orang tua, sering kali meninggalkan jejak emosional yang mendalam.
Anak-anak yang tumbuh dalam situasi ini rentan mengalami perubahan kepribadian, penurunan prestasi belajar, hingga kesulitan dalam menjalin hubungan sosial.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa broken home sering menimbulkan masalah psikologis serius seperti depresi dan kecemasan. Artikel ini membahas alasan, dampak, dan cara menghadapi anak broken home secara tepat.
Table of Contents
ToggleAlasan Anak Broken Home Membutuhkan Perhatian Khusus
Menghadapi anak dari keluarga broken home memerlukan perhatian ekstra. Kondisi keluarga yang retak akibat perceraian, konflik berkepanjangan, atau hilangnya salah satu figur orang tua sering kali meninggalkan dampak emosional yang dalam.
Lingkungan membentuk perkembangan anak-anak, sehingga pengalaman traumatis bisa memengaruhi kepribadian, pola pikir, dan cara mereka menjalin hubungan sosial di masa depan.
Lalu, mengapa anak broken home membutuhkan perhatian khusus? Berikut tiga alasan pentingnya.
1. Masalah Perilaku
Anak broken home lebih rentan menunjukkan perilaku menyimpang, seperti membangkang, agresif, atau terlibat dalam pergaulan negatif. Hal ini sering muncul sebagai bentuk protes atau cara melampiaskan emosi yang tidak tersalurkan dengan sehat.
2. Kesulitan Membentuk Identitas Diri
Pada masa remaja, anak membutuhkan lingkungan stabil untuk membangun jati diri. Kondisi keluarga yang penuh konflik bisa membuat mereka bingung, merasa tidak berharga, atau kehilangan arah hidup.
3. Masalah Kesehatan Fisik
Stres berkepanjangan akibat broken home dapat mempengaruhi kondisi fisik, seperti gangguan tidur, menurunnya nafsu makan, sakit kepala, hingga penurunan imunitas tubuh.
Baca Juga: 10 Cara Menjadi Ibu yang Baik untuk Anak
Dampak Broken Home pada Anak
Kondisi broken home tidak hanya mempengaruhi hubungan orang tua, tetapi juga berdampak besar pada tumbuh kembang anak. Berikut tiga dampak utama yang sering terjadi:
1. Gangguan Psikologis
Anak broken home lebih rentan mengalami stres, kecemasan, hingga depresi. Ratu, Elfira, dan Al Ansyari (2023) menemukan bahwa bahwa anak dari keluarga broken home lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental daripada anak dari keluarga utuh.
2. Penurunan Prestasi Akademik
Konflik keluarga membuat anak sulit fokus belajar. Penelitian Najib dkk. (2023) menunjukkan bahwa anak broken home cenderung mengalami penurunan motivasi belajar dan prestasi akademik.
3. Kesulitan dalam Hubungan Sosial
Banyak anak broken home merasa rendah diri, menarik diri dari lingkungan, atau justru bersikap agresif. Wahid, Herlambang, dan Hendrayani (2022) menegaskan bahwa keluarga dan sekolah perlu memberikan dukungan untuk memulihkan rasa percaya diri anak-anak.
Memahami dampak ini penting agar orang tua dan pendidik bisa memberikan perhatian khusus, sehingga anak tetap tumbuh sehat secara emosional maupun sosial.
Baca Juga: 10 Peran Ibu Dalam Keluarga Untuk Pembentukan Karakter Anak
Cara Menghadapi Anak Broken Home
Anak-anak yang berada dalam situasi broken home berisiko mengalami gangguan psikologis, penurunan prestasi akademik, hingga kesulitan menjalin hubungan sosial. Mereka cenderung lebih rentan mengalami stres dan depresi.
Namun, meski latar belakang keluarga tidak sempurna, anak tetap memiliki kesempatan untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. Kuncinya adalah memberikan perhatian yang tepat dan konsisten. Berikut adalah tujuh cara menghadapi anak broken home dengan penuh kasih sayang.
1. Membangun Komunikasi Secara Jujur dan Terbuka
Komunikasi menjadi dasar dari hubungan yang sehat dengan anak broken home. Ajak anak berbicara secara jujur mengenai kondisi keluarga menggunakan bahasa yang bisa mereka pahami. Anak harus memahami bahwa perpisahan orang tua bukanlah kesalahan mereka.
Mendengarkan perasaan anak tanpa menghakimi akan membuat mereka merasa dihargai dan lebih percaya diri (Wahid, Herlambang, & Hendrayani, 2022).
2. Mengajarkan Membuat Kegiatan Rutin
Kehidupan yang penuh konflik sering membuat anak merasa tidak aman. Karena itu, rutinitas harian yang konsisten diperlukan. Mulailah dengan membuat jadwal belajar, makan, dan tidur karena cara sederhana ini efektif memberi rasa stabilitas.
Menurut Najib dkk. (2023), anak yang memiliki pola kehidupan teratur cenderung lebih mampu berkonsentrasi di sekolah dan terhindar dari kecemasan berlebihan.
3. Tunjukkan Kasih Sayang Tanpa Syarat
Banyak anak broken home merasa kasih sayang yang mereka terima kurang. Oleh karena itu, penting untuk menunjukkan kasih sayang tanpa syarat.
Pelukan, kata-kata afirmasi positif, serta kehadiran yang konsisten dapat membantu mengembalikan rasa aman dalam diri mereka. Kasih sayang yang nyata menjadi pondasi penting bagi anak untuk kembali percaya pada dirinya dan lingkungannya.
4. Hindari Menyalahkan Pasangan di Depan Anak
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah melibatkan anak dalam konflik orang tua. Menyalahkan pasangan di depan anak hanya akan menambah beban psikologis mereka.
Sebaliknya, orang tua sebaiknya menunjukkan sikap dewasa dengan menahan emosi dan tetap fokus pada kebutuhan anak. Langkah ini membantu anak terhindar dari perasaan terjebak atau terpaksa memilih pihak tertentu.
5. Dorong Anak untuk Mengeksplorasi Minat dan Bakat
Anak broken home membutuhkan saluran positif untuk mengekspresikan diri. Mendorong mereka untuk terlibat dalam aktivitas seperti olahraga, seni, atau hobi lain dapat menjadi terapi emosional yang efektif.
Aktivitas ini tidak hanya membantu anak melepaskan stres, tetapi juga membangun rasa percaya diri serta keterampilan sosial yang bermanfaat untuk masa depan.
6. Libatkan Anak dalam Tanggung Jawab Kecil
Memberikan anak tanggung jawab sederhana, seperti membantu pekerjaan rumah atau memberi pendapat dalam keputusan ringan, membuat mereka merasa dihargai.
Ketika anak tahu bahwa suara mereka penting, kepercayaan diri mereka perlahan tumbuh. Rasa dihargai inilah yang membantu anak membangun identitas positif meskipun berasal dari keluarga yang penuh tantangan.
7. Cari Bantuan Profesional Jika Diperlukan
Tidak semua anak mampu menghadapi dampak broken home sendiri. Jika anak menunjukkan tanda-tanda depresi berat, penarikan diri dari lingkungan, atau perilaku menyimpang, penting untuk segera mencari bantuan profesional.
Konselor atau psikolog dapat membantu anak memproses perasaan mereka dengan cara yang sehat. Ramadhan (2023) mencatat bahwa intervensi psikologis mampu mengurangi gejala PTSD pada anak yang berasal dari keluarga broken home.
Dari ketujuh cara menghadapi anak broken home diatas, secara praktik memang membutuhkan kesabaran, kasih sayang, dan strategi yang tepat. Komunikasi terbuka, rutinitas yang stabil, dan dukungan emosional yang konsisten akan membantu mereka merasa lebih aman.
Dengan perhatian yang penuh, anak broken home tetap dapat tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, berprestasi, dan memiliki hubungan sosial yang sehat.
Semoga artikel dari Bukunesia ini bermanfaat dan menjadi panduan cara menghadapi anak broken home dalam memberikan dukungan terbaik, sehingga anak dapat tumbuh lebih kuat secara emosional.
Jika kamu ingin memahami lebih dalam tentang cara menghadapi anak broken home, Buku I’M FINE Untold Story Of Broken Home Offspring bisa menjadi bacaan yang menyentuh dan membuka wawasan.
Referensi
Najib, M., et al. (2023). Dampak Broken Home terhadap Aktivitas Belajar SD. At-Thullab.
Ramadhan, Z. (2023). Strategi Pemulihan Anak dengan PTSD akibat Broken Home. Maliki Interdisciplinary Journal.
Ratu, B., Elfira, N., & Al Ansyari, A. F. (2023). Kesehatan Mental Anak Broken Home. Wahana Didaktika.
Wahid, R., Tri Herlambang, Y., & Hendrayani, A. (2022). Dampak Kepribadian Anak pada Broken Home. Jurnal Cakrawala Pendas.