7 Cara Memahami Perasaan Diri Sendiri dengan Lebih Jujur

cara memahami perasaan diri sendiri

Siapa sih yang hidup di dunia ini yang hidupnya selalu bahagia? Tidak punya masalah hidup? Sudah pasti tidak ada satupun manusia yang terlahir di bumi ini yang demikian.

Setiap individu memiliki masalahnya masing-masing. Salah satu jalan keluar dari masalah itu adalah menemukan solusi secara internal diri sendiri.

Lagi-lagi hal ini berhubungan dengan perasaan diri kita sendiri. Dan berikut cara memahami perasaan diri sendiri dan alasan kenapa kamu sering sulit memahami diri sendiri. 

Alasan Kenapa Sering Sulit Memahami Perasaan Sendiri

Memahami perasaan sendiri bukanlah hal yang otomatis. Banyak orang merasakan gejolak emosional tanpa benar-benar mengetahui apa yang sedang mereka alami.

Ada yang merasa gelisah tanpa tahu penyebabnya, ada yang tiba-tiba sedih tanpa mampu menjelaskan alasannya, ada pula yang hanya merasakan “kosong”.

Fenomena ini ternyata memiliki penjelasan ilmiah, dan memahami penyebabnya dapat membantu seseorang lebih terhubung dengan dirinya sendiri. Berikut tiga alasan kenapa sering sulit memahami diri sendiri. 

1. Alexithymia: Ketika Emosi Hadir Tapi Tidak Punya Nama

    Dalam dunia psikologi, salah satu penyebab seseorang sulit memahami perasaannya adalah kondisi yang disebut alexithymia. Kondisi ini membuat seseorang kesulitan mengidentifikasi, membedakan, dan menjelaskan emosi yang muncul di dalam dirinya.

    Kecenderungan alexithymia merasakan adanya perubahan dalam tubuh, seperti dada sesak, kepala berat, atau napas cepat, tetapi tidak mampu menamai pengalaman tersebut sebagai sedih, marah, cemas, atau kecewa.

    Mereka seperti memiliki “kosakata emosional” yang terbatas, sehingga perasaan yang muncul tanpa bentuk yang jelas. 

    2. Gaya Berpikir yang Terlalu Fokus ke Luar

      Banyak orang tumbuh dalam lingkungan yang mengutamakan logika, produktivitas, dan penyelesaian masalah sehingga perhatian mereka lebih sering diarahkan ke luar daripada ke dalam diri.

      Dalam situasi seperti ini, emosi sering dipinggirkan dan tidak dianggap penting untuk diperhatikan. Padahal, kesadaran diri emosional membutuhkan waktu untuk berhenti, diam, dan mengamati. Tanpa kebiasaan tersebut, seseorang akhirnya hidup dalam mode otomatis.

      Daniel Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosional hanya dapat berkembang ketika individu terbiasa menyadari keadaan batinnya.

      Jika fokus hidup selalu berada pada rutinitas dan tuntutan luar, maka kemampuan membaca perasaan melemah secara perlahan, seperti otot yang jarang digunakan.

      3. Pengalaman Masa Kecil yang Menghambat Pengelolaan Emosi

        Tidak semua orang tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkan cara mengekspresikan emosi. Ada individu yang sejak kecil diminta untuk tidak menangis, tidak marah, atau tidak menunjukkan kerentanan.

        Ada pula yang tumbuh dalam keluarga yang dingin secara emosional, di mana perasaan tidak pernah dibicarakan. Pengalaman seperti ini membentuk pola bahwa emosi bukan sesuatu yang aman atau layak untuk diperhatikan.

        Dalam jangka panjang, seseorang bisa kehilangan kemampuan alami untuk mengenali apa yang ia rasakan karena tidak pernah mendapatkan contoh maupun ruang untuk mengolahnya.

        Anak yang tidak diperbolehkan mengekspresikan emosi cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang merasa bingung setiap kali emosi muncul, seolah-olah mereka harus menebak arti dari sinyal emosional yang tidak pernah diajarkan sejak dini.

        Baca Juga: 10 Kebiasaan Kecil yang Mengubah Hidup Jadi Lebih Baik

        Cara Memahami Perasaan Diri Sendiri dengan Lebih Jujur

        Dari ketiga alasan kenapa sering sulit memahami perasaan di atas, apakah ada yang sesuai? Atau ada alasan lain yang belum disebutkan?

        Buat kamu yang masih mencari solusi, berikut tujuh pendekatan yang dapat membantu seseorang lebih mengenali emosinya.

        1. Memberi Ruang untuk Diam dan Mendengarkan Diri Sendiri

          Perasaan sering kali tenggelam dalam kebisingan aktivitas sehari-hari. Ketika seseorang terlalu sibuk memenuhi tuntutan pekerjaan, studi, atau hubungan sosial, ia hampir tidak memiliki waktu untuk mendengarkan suara dalam dirinya sendiri.

          Memberi ruang untuk diam bukan berarti menghindar dari masalah, melainkan membuka kesempatan untuk mendengarkan sinyal halus yang muncul dari pikiran dan tubuh.

          Dalam keheningan, seseorang dapat menangkap perubahan kecil dalam napas, ketegangan bahu, atau getaran emosi yang sebelumnya tertutup oleh kesibukan. Proses ini membantu emosi yang semula kabur menjadi lebih mudah dikenali. 

          2. Mengakui Emosi Tanpa Menghakimi Diri

            Banyak orang menolak emosi tertentu karena merasa bahwa emosi itu tidak pantas. Kesedihan dianggap kelemahan, kemarahan dianggap berbahaya, dan ketakutan dianggap memalukan.

            Padahal, setiap emosi yang datang sebagai pesan yang membawa informasi penting. Mengakui emosi apa adanya membuat seseorang mampu melihat dirinya secara lebih objektif dan manusiawi.

            Ketika seseorang berkata jujur bukan soal membesar-besarkan perasaan, tetapi mengakui keberadaannya tanpa menyalahkan diri sendiri.

            3. Merekam Perasaan Melalui Jurnal atau Tulisan Bebas

              Tulisan membantu mengungkap pola-pola emosional yang tidak terlihat ketika hanya dipikirkan dalam hati. Dengan menuliskan apa yang dirasakan hari itu, apa yang memicunya, dan bagaimana tubuh bereaksi, seseorang dapat melihat lebih jelas hubungan antara peristiwa dan respons emosinya.

              Proses menulis ini tidak harus formal atau panjang, bahkan satu paragraf sederhana sudah dapat memberikan gambaran yang lebih objektif tentang kondisi batin.

              4. Belajar Memberi Nama pada Setiap Emosi

                Banyak orang hanya mengenal dasar emosi seperti senang, marah, atau sedih, padahal manusia memiliki spektrum perasaan yang jauh lebih kaya.

                Ada rasa frustrasi yang berbeda dari marah, rasa cemas yang berbeda dari takut, atau rasa hampa yang berbeda dari sedih.

                Ketika seseorang mampu memberi nama yang tepat pada perasaannya, ia dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi tanpa menebak-nebak. Pemberian nama ini membuat emosi lebih konkret dan mudah diolah. 

                5. Mengamati Sinyal Tubuh Sebagai Bahasa Emosi

                  Tubuh yang menegang, pernapasan yang berubah, jantung yang berdebar, atau rasa berat di dada merupakan bentuk komunikasi yang diberikan tubuh kepada pikiran.

                  Ketika seseorang tidak terbiasa membaca sinyal ini, ia akan merasa bingung menghadapi emosi yang datang tiba-tiba. Mengamati tubuh dengan penuh perhatian membantu seseorang menangkap pesan emosional yang tersembunyi. 

                  Baca Juga: 10 Quotes Berdamai dengan Keadaan untuk Hidup Lebih Tenang

                  6. Merefleksikan Pengalaman Masa Lalu yang Membentuk Emosi Saat Ini

                    Pengalaman masa kecil, pola asuh, relasi dengan orang tua, maupun peristiwa traumatis dapat membentuk cara seseorang merasakan dan merespons emosi saat dewasa.

                    Ketika seseorang meluangkan waktu untuk merenungkan pola tersebut, ia dapat memahami mengapa emosi tertentu muncul secara berulang. Refleksi ini bukan bertujuan untuk membuka luka dengan cara yang menyakitkan, melainkan untuk mengenali pola emosional yang selama ini berjalan otomatis.

                    Dengan memahami hubungan antara masa lalu dan perasaan saat ini, seseorang dapat mengambil langkah yang lebih sadar dalam mengelola emosinya.

                    Memahami pola emosional seperti ini sering kali menjadi langkah awal untuk berdamai dengan luka lama. Jika kamu ingin lebih siap melangkah menuju hubungan yang sehat, Buku Sebelum Kau Tiba bisa menjadi teman pulih yang membantu menuntunmu mengenali diri lebih dalam sebelum memasuki pernikahan.

                    7. Mencari Bantuan Profesional untuk Membantu Memetakan Emosi

                      Emosi yang terlalu berat, perasaan yang membingungkan, atau kecenderungan menekan emosi bertahun-tahun dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan mengenali dirinya.

                      Bantuan profesional seperti psikolog atau konselor dapat membantu memetakan perasaan dengan pendekatan yang aman dan terarah.

                      Dengan dukungan profesional, seseorang memperoleh ruang yang valid untuk bercerita, mendapat wawasan baru mengenai dirinya, serta mempelajari teknik regulasi emosi yang lebih sehat.

                      Ada banyak hal menarik tentang memahami perasaan—jawaban dari pertanyaan berikut bisa membuka wawasanmu!

                      1. Bagaimana cara memahami perasaan wanita?

                      Memahami perasaan wanita membutuhkan empati, komunikasi terbuka, dan kemampuan mendengarkan tanpa menghakimi. Perhatikan bahasa tubuh, nada bicara, serta makna tersirat dari ucapan. Tunjukkan ketulusan untuk mengerti, bukan sekadar merespons.

                      2. Bagaimana cara memahami perasaan orang lain?

                      Mulailah dengan menjadi pendengar aktif dan memberi ruang bagi mereka untuk bercerita. Hindari asumsi dan fokus pada apa yang mereka rasakan, bukan yang kamu pikirkan. Validasi perasaan mereka agar merasa dihargai.

                      3. Bagaimana cara orang tua memahami perasaan anak?

                      Orang tua dapat memahami perasaan anak dengan hadir secara emosional, mendengarkan tanpa memarahi, dan memberi contoh cara mengekspresikan emosi yang sehat. Tanyakan apa yang mereka rasakan dengan bahasa yang sederhana dan penuh kehangatan.

                      Semoga artikel dari Bukunesia Store ini bermanfaat dalam membantumu memahami perasaan diri sendiri dengan lebih jujur, sehingga kamu bisa menjalani hidup yang lebih tenang dan selaras dengan kebutuhan hatimu.

                      Referensi

                      Bagby, R. M., Parker, J. D. A., & Taylor, G. J. (1994). The twenty-item Toronto Alexithymia Scale (TAS-20). Journal of Psychosomatic Research.
                      Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Bantam Books.
                      Greenberg, L. S. (2002). Emotion-Focused Therapy: Coaching Clients to Work Through Their Feelings. APA Press.
                      Lumley, M. A. (2021). Emotional Awareness and Related Emotional Processes. PubMed Central.

                      Artikel Terbaru