Suara yang Tak Pernah Padam: 7 Puisi Palestina Menyentuh Hati

puisi palestina menyentuh hati

Puisi Palestina menyentuh hati karena di terjadi konflik panjang. Kasus yang terjadi di Palestina tidak hanya meninggalkan reruntuhan, tetapi juga melahirkan karya sastra yang kuat.

Di tengah keterbatasan hidup, banyak penyair Palestina menyalurkan suara perjuangan dan harapan lewat puisi. Setiap bait menjadi cara mereka merekam realitas sosial, tentang kehilangan, perlawanan, dan keinginan untuk hidup damai.

Alasan Kenapa Puisi Palestina Begitu Menyentuh Hati

Puisi pun menjadi ruang bagi rakyat Palestina, bahkan bagi penyair indonesia yang memiliki kepedulian terhadap Palestina pun turut bersuara lewat karya.

Karena berawal dari dari kisah nyata, lahirlah karya-karya yang jujur dan menyentuh hati, menggambarkan sisi kemanusiaan yang sering luput dari berita politik dan konflik bersenjata. Berikut empat alasan kenapa puisi Palestina begitu menyentuh hati.

1. Ditulis dari Luka 

    Karena berawal dari kisah nyata, dan banyak korban terluka bahkan kehilangan nyawa. Maka ketika itu semua ditulis menggunakan hati dan rasa, pesan puisi yang disampaikan pun akan meresonansikan rasa ke pembaca.

    Inilah alasan kenapa karya-karya yang menyentuh, menggugah selalu menggetarkan bagi penikmatnya, karena real. Penyair seperti Mahmoud Darwish menulis dari realitas itu, menjadikan setiap baris puisinya seperti jeritan hati yang tulus.

    2. Lahir dari Realitas Sosial dan Sejarah yang Kompleks

      Puisi Palestina tumbuh di tengah situasi politik dan sosial yang tidak stabil. Sejak masa pendudukan tahun 1948, karya sastra menjadi cara rakyat Palestina merekam sejarah mereka sendiri. Setiap puisi sering kali berfungsi sebagai dokumen sosial yang menggambarkan identitas, kehilangan, dan perjuangan mempertahankan tanah air.

      3. Menjadi Media Ekspresi dan Perlawanan Budaya

        Bagi banyak penyair Palestina, menulis puisi adalah bentuk perlawanan non-kekerasan. Mereka menggunakan bahasa sebagai sarana untuk menegaskan eksistensi dan menolak penghapusan budaya.

        Peneliti sastra Arab, seperti di jurnal Middle East Critique (2021), menyebut bahwa puisi Palestina berfungsi sebagai “arsip budaya yang menolak dilenyapkan”.

        4. Relevan dengan Nilai Kemanusiaan Universal

          Tema-tema dalam puisi Palestina seperti kehilangan rumah, pencarian identitas, dan harapan akan kedamaian bersifat universal. Inilah yang membuat puisinya mudah diterima lintas bangsa.

          afiliasi store

          Pembaca dari berbagai latar budaya bisa berempati, karena isu yang diangkat bersentuhan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang umum.

          Bagi kamu yang ingin memahami lebih jauh bagaimana puisi mampu menjadi suara bagi yang terbungkam, Buku Jantung yang Berdetak dalam Batu hadir sebagai karya reflektif yang layak kamu baca.

          Baca Juga: 10 Quotes Tentang Perjuangan Palestina Yang Menginspirasi

          Puisi Palestina Menyentuh Hati

          Adapun beberapa puisi Palestina yang menyentuh, yang bisa kamu yang berasal dari luar. Mungkin nama-nama mereka asing buat kamu, namun tidak ada salahnya untuk dispoiler dan diintip karya mereka secara mandiri. 

          1. Identity Card – Mahmoud Darwish

            Puisi “Identity Card” karya Mahmoud Darwish menggambarkan jeritan identitas dan perlawanan seorang warga Palestina yang menghadapi penindasan Israel.

            Melalui pengulangan frasa “Tulislah! Aku orang Arab,” Darwish menegaskan eksistensi dan harga diri bangsanya yang direndahkan di tanah sendiri.

            Puisi ini bukan sekadar ekspresi kemarahan, tetapi juga seruan untuk diakui sebagai manusia yang memiliki hak, sejarah, dan tanah air.

            Darwish menyoroti ketegangan antara penjajah dan yang dijajah, antara kehilangan dan kebanggaan, menjadikan Identity Card sebagai simbol perjuangan identitas nasional Palestina.

            2. If I Must Die – Refaat Alareer

              Puisi “If I Must Die” karya Refaat Alareer merepresentasikan eksistensial seorang individu Palestina terhadap kematian sebagai bentuk pengorbanan kolektif.

              Alareer mengonstruksi kematian bukan sebagai akhir, melainkan sebagai transformasi menuju keberlangsungan perjuangan dan harapan. Narasi puitik ini menegaskan relasi antara individu, tanah air, dan memori sosial dalam konteks perlawanan terhadap kolonialisme.

              Dengan demikian, karya ini berfungsi sebagai ekspresi kultural yang menggabungkan dimensi personal dan politis, memperlihatkan bagaimana puisi menjadi medium perlawanan dan pelestarian identitas nasional Palestina.

              3. Enough for Me – Fadwa Tuqan

                Puisi “Enough for Me” karya Fadwa Tuqan memuat tentang keteguhan batin dan kemandirian seorang perempuan Palestina di tengah penderitaan dan keterasingan.

                Tuqan menegaskan bahwa kekuatan sejati lahir dari kemampuan untuk menemukan kedamaian dalam diri sendiri, meski dikepung oleh kehilangan dan ketidakadilan.

                Karya ini merepresentasikan suara feminis dan nasionalis,, di mana pengalaman pribadi menjadi simbol ketahanan kolektif bangsa Palestina.

                4. Enemy of the sun – Samih al-Qasim

                  Puisi “Enemy of the Sun” karya Samih al-Qasim merupakan manifestasi perlawanan terhadap penindasan dan simbol keteguhan identitas bangsa Palestina.

                  Dalam karya ini, al-Qasim menggambarkan sosok liris yang menolak tunduk pada kekuasaan kolonial, bahkan ketika dihadapkan pada penderitaan dan kematian.

                  “Matahari” menjadi metafora bagi kehidupan dan kebebasan yang dirampas, sementara “musuh matahari” melambangkan keberanian untuk menentang penindasan demi mempertahankan martabat dan eksistensi.

                  Baca Juga: Puisi Helvy Tiana Rosa Tentang Perjuangan Hidup

                  5. Ayat Abou Shmeiss

                    Karya-karya Ayat Abou Shmeiss, penulis dwibahasa asal Jaffa, menggambarkan kompleksitas identitas Palestina melalui perpaduan antara bahasa Arab dan Inggris.

                    Ia menulis tentang kehilangan, pengasingan, dan perjuangan mempertahankan identitas di tengah realitas diaspora. Abou Shmeiss menyoroti pengalaman perempuan Palestina yang berusaha menegosiasikan ruang eksistensial antara tanah air dan keterasingan.

                    Karyanya menampilkan kesadaran linguistik sebagai bentuk perlawanan kultural, melainkan simbol keberlangsungan identitas dan ingatan kolektif Palestina di dunia modern.

                    6. The Deluge and the Tree – Fadwa Tuqan

                      Puisi “The Deluge and the Tree” karya Fadwa Tuqan merepresentasikan pergulatan batin dan keteguhan bangsa Palestina di tengah kehancuran akibat pendudukan.

                      Melalui simbol “banjir” dan “pohon,” Tuqan mengekspresikan pertarungan antara kehancuran dan harapan, antara kekuatan destruktif penjajahan dan daya hidup rakyat yang berakar kuat pada tanahnya.

                      Citra alam digunakan sebagai metafora bagi keteguhan dan kontinuitas eksistensi Palestina, sekaligus sebagai bentuk perlawanan terhadap pelupaan sejarah. 

                      7. I am the land – Musa Hawamdeh

                        Puisi ini menegaskan keterikatan eksistensial antara manusia dan tanah air sebagai inti identitas Palestina. Dalam karya ini, menggambarkan Palestina bukan sekadar wilayah geografis, tetapi entitas hidup yang menyatu dengan tubuh, darah, dan jiwa rakyatnya.

                        Puisi ini merefleksikan kesadaran kolektif tentang perjuangan, pengorbanan, dan keberlanjutan kehidupan di bawah penindasan kolonial. 

                        Semoga artikel dari Bukunesia Store tentang puisi Palestina yang menyentuh hati dan alasan kenapa puisi Palestina bisa menyentuh bermanfaat untuk pembaca.

                        Buat kamu yang punya ide atau inspirasi juga tentang keprihatinan dan empati terhadap Palestina, bisa menuliskannya dalam kumpulan puisi, dan bisa diterbitkan di Bukunesia.

                        Referensi

                        Abou Shmeiss, Ayat. Selected Works. Dalam We Are Not Numbers. Gaza: Refaat Alareer Foundation, 2023.
                        Alareer, Refaat. If I Must Die. Dalam We Are Not Numbers. Gaza: Refaat Alareer Foundation, 2023.
                        Darwish, Mahmoud. Identity Card. Dalam Leaves of Olives, terj. Denys Johnson-Davies, Washington D.C.: BOA Editions, 2000.
                        Hawamdeh, Musa. I Am the Land. Dalam Poems of Resistance from Palestine. Amman: Dar al-Shorouk, 2010.
                        Tuqan, Fadwa. Enough for Me. Dalam A Mountainous Journey: A Poet’s Autobiography. London: The Women’s Press, 1990.

                        Artikel Terbaru